Fatimah binti al khattab
📚 FATHIMAH BINTI AL KHATTAB
Fathimah binti Al-Khaththab bin Naufal bin ‘Abdul ‘Uzza bin Rabah bin ‘Abdullah bin Qarath bin Adi bin Ka’ab. Ia termasuk wanita yang terhormat.
Tatkala Fathimah telah sampai usia dewasa dan telah baligh maka Sa’id bin Zaid bin ‘Amru bin Naufal melamarnya, kemudian mereka menikah dan hidup bersama.
Sa’id, suami Fathimah masuk Islam melalui perantara sahabat yang agung bernama Khabbab bin Ar-Art radhiyallahu ‘anhu, kemudian beliau bawa menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah, menyatakan keesaan Allah, dan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terdapat kisah, Pada suatu hari, ‘Umar bin Khaththab melangkahkan kakinya menuju rumah Al-Arqam bin Abi Al-Arqam untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh nampak sekali kemarahan pada kedua matanya. Tiba-tiba dia bertemu dengan seorang laki-laki dari Bani Zahrah dan bertanya kepada ‘Umar, “Hendak kemana engkau wahai ‘Umar? Aku melihat engkau dalam keadaan marah, geram, dan menghunus pedang.” Umar menjawab, “Aku hendak membunuh Muhammad karena dialah orang yang telah menghancurkan urusan orang-orang Quraisy, yang menganggap bodoh angan-angan mereka, yang mencela agama mereka, dan mencerca tuhan-tuhan mereka.”
Maka laki-laki tadi berkata, “Demi Allah, engkau telah teperdaya oleh dirimu sendiri wahai ‘Umar. Apakah engkau mengira Bani Abdi Manaf akan membiarkan dirimu berjalan di muka bumi, padahal engkau telah membunuh Muhammad? Mengapa engkau tidak pulang saja kepada keluargamu dan membereskan urusan mereka?” ‘Umar bertanya, “Keluargaku yang mana?” Laki-laki tersebut menjawab, “Adik iparmu, putra pamanmu, Sa’id bin Zaid bin ‘Amru beserta adikmu Fathimah binti Al-Khaththab, sungguh demi Allah mereka berdua telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad.”
Bertambah geramlah ‘Umar sehingga dia berkata, “Benarkah mereka telah masuk Islam? Jika memang benar, sungguh aku akan membunuh mereka berdua dengan cara yang sadis.”
Maka kembalilah ‘Umar menuju rumah adik dan iparnya. Sungguh dia telah berada dalam puncak kemarahannya sehingga tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Tatkala dia sudah dekat dengan pintu rumah adik perempuannya, yakni Fathimah radhiyallahu ‘anha sementara mereka ada di dalam rumah sehingga ‘Umar mendengar suatu ucapan yang diulang-ulang namun tidak begitu jelas, kemudian dia melongok sedikit dan dia masuk rumah sedangkan suaranya menggelegar memanggil adiknya.
Ketika itu, Khabbab bin Al-Art berada di dalam rumah tersebut sedang membacakan kepada Sa’id dan Fathimah sebagian ayat dari Al-Qur`an Al-Karim. Setelah mereka mendengarkan suara ‘Umar tersebut, Khabbab bersembunyi di salah satu kamar dalam rumah tersebut. Fathimah segera mengambil lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur`an dan beliau sembunyikan di tangannya untuk menghindari pandangan ‘Umar terhadapnya.
Tatkala ‘Umar masuk, dia berkata, “Suara apa yang aku dengar tadi?” Mereka berdua menjawab, “Bukan suara apa-apa.” Umar berkata, “Benar, demi Allah aku telah mendapat kabar bahwa kalian berdua telah mengikuti agama Muhammad.” Seketika itu juga ‘Umar menyerang iparnya, yaitu Sa’id bin Zaid dan menghajarnya. Maka Fathimah mencoba menghalangi ‘Umar agar menghentikan perlakuannya terhadap suaminya sehingga beliau berdiri di antara ‘Umar dan suaminya. Akan tetapi, justru ‘Umar memukul Fathimah.
Ketika ‘Umar telah berbuat demikian maka mereka berdua berkata, “Benar. Sungguh kami berdua telah masuk Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka lakukanlah apa yang hendak kamu lakukan terhadap kami.”
Ketika melihat darah adik perempuannya yang telah dia pukul, menjadi ibalah hatinya, lalu berkata, “Berikanlah lembaran yang telah aku dengar tatkala kalian baca tadi. Aku hendak melihat seperti apa ajaran yang dibawa oleh Muhammad.” Fathimah berkata, “Kami khawatir jika engkau akan merusaknya.” ‘Umar berkata, “Jangan khawatir.”
Dia bersumpah kepada Fathimah bahwa dia akan mengembalikannya setelah membacanya. Melihat hal itu, Fathimah mengharap keislaman ‘Umar, beliau berkata, “Wahai saudaraku, sesungguhnya engkau najis karena kemusyrikanmu, sedangkan ini tidak boleh disentuh, kecuali oleh orang yang suci.”
Maka ‘Umar beranjak untuk mandi, lalu Fathimah memberikan lembaran tersebut yang ternyata tertulis surat Thaha. Mulailah ‘Umar membaca hingga manakala sampai pada ayat,
“… Agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang dia usahakan.” (QS. Thaha : 15)
Manakala Khabbab mendengar apa yang dikatakan oleh ‘Umar maka Khabbab keluar dari persembunyiannya kemudian berkata, “Wahai ‘Umar sungguh aku berharap kepada Allah agar menjadikan engkau sebagai orang yang didoakan Nabi-Nya karena sesungguhnya aku mendengar bahwa kemarin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan masuk Islamnya Abu al-Hakam bin Hisyam atau ‘Umar bin Khaththab.”
Demi Allah wahai ‘Umar.” Maka ‘Umar berkata, “Tunjukkanlah kepadaku dimanakah Muhammad berada, sebab aku hendak menemuinya untuk masuk Islam.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,
“Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah seorang yang Engkau cintai, apakah Abu Jahal bin Hisyam ataukah ‘Umar bin Khaththab.”
Khabbab berkata, “Dan ternyata yang lebih disukai Allah di antara keduanya adalah ‘Umar.”
Komentar
Posting Komentar