Doa Terbaik Untuk Ananda
🌼Doa mohon dikaruniai pasangan hidup dan keturunan yang menyenangkan hati
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّ يَّتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
RABBANA HABLANA MIN AZWAJINA WADZURRIYYATINAQURROTA A’YUNIW WAJ’ALNA LILMUTTAQINA IMAMA
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa ( QS Al Furqan 25 :74 )
Alhamdulillaahil-ladzii bini'matihi tatimmush-shoolihaat, kita diberikan kesempatan untuk bermajelis ilmu. semoga dengan kita menuntut ilmu, menjadi ilmu yang bermanfaat. Semoga Allah menjadikan kita sebagai hamba-hambanya yang bersyukur.
🖇KITAB FIQH TARBIYATUL ABNA
Yang perlu kita ketahui adalah Allah satu-satunya pemberi hidayah. Yang Maha membollak balikan hati anak kita adalah Allah.
Hidayah dibagi menjadi 2 macam aitu:
1️⃣Hidayah Irsyad: berupa keterangan (Hidayatul Irsyad Wal Bayan) dan
2️⃣Hidayah Taufik: berupa pertolongan (Hidayatut Taufiq Wal Ilham).
*YANG MAHA MEMBERI PETUNJUK HANYALAH ALLĀH*
بسم اللّه الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ لله وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ، ولا حَوْلَ وَلا قُوَّةَ إِلا باللَّهِ، أَمَّا بَعْدُ
Kaum muslimin rahimakumullāh.
Pada kesempatan kali (pertemuan ke-2) ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan awal kitāb tentang pendidikan anak dari kitāb Fiqhu Tarbiyatul Abnā wa Thāifatu min Nasha’ihi Al Athibbāi tentang fiqih mendidik atau membimbing anak-anak, karya Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh.
Syaikh Musthafa Al Adawi Hafīzhahullāh membawakan sub judul: الهادي هو الله ، والمهتدي من هداه الله , “Yang Maha memberikan petunjuk hanyalah Allāh dan orang yang mendapatkan petunjuk adalah siapa yang Allāh berikan hidayah atau petunjuk itu sendiri”
Maka ketahuilah wahai Ayah, wahai Ibu, dengan pengetahuan yang baik dan yakinlah dengan keyakinan yang sempurna bahwasanya benar-benar yang memberikan petunjuk itu adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Cara menggapai hidayah adalah dicari. salah satunya adalah duduk dimajelis ilmu. Diantara sebab kita dan anak kita diberikan hidayah :
🛤kita harus memberikan teladan yang baik, cinta dengan ilmu.
Yang namanya mendatangi majelis ilmu
Yang dimaksud menempuh jalan untuk mencari ilmu, ada dua bentuk :
1️⃣Menempuh jalan secara hakiki, yaitu dengan berjalan menuju tempat majelis ilmu. Seperti misalnya berjalan menuju masjid atau tempat pengajian untuk menuntut ilmu.
2️⃣Menempuh jalan secara maknawi, yaitu melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan ilmu seperti menghafal, mempelajari, mengulang-ulang pelajaran, menelaah, menulis, membaca kitab dan memahaminya, serta perbuatan lainnya yang merupakan cara untuk mendapatkan ilmu.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat Al ‘Arāf ayat 178:
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
_”Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allāh, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa disesatkan Allāh, maka merekalah orang-orang yang rugi.”_
Perbaiki diri kita masing masing agar Allah shalihkan anak-anak kita.
Hidayah adalah yang kita minta,perbanyaklah doa:
🌼Doa mohon dikaruniai pasangan hidup dan keturunan yang menyenangkan hati
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّ يَّتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
RABBANA HABLANA MIN AZWAJINA WADZURRIYYATINAQURROTA A’YUNIW WAJ’ALNA LILMUTTAQINA IMAMA
Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa ( QS Al Furqan 25 :74 )
Tidak ada yang bisa mendahului takdir kecuali doa.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman dalam surat Fāthir ayat 8:
فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ
”Sesungguhnya Allāh Subhānahu wa Ta’āla menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.”
Allāh Subhānahu wa Ta’āla pun berfirman di dalam surat As Sajdah ayat 13:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا
_”Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami berikan kepada setiap jiwa petunjuk (bagi) nya.”_
Allāh Subhānahu wa Ta’āla juga berfirman di dalam surat Yūnus ayat 99:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا
_”Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya.”_
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman dalam surat An Nūr ayat 35:
يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ
_”Allāh memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki.”_
Dan juga perhatikan perkataan Nabi Īsā ‘alayhissallām, sebagiamana di dalam surat Maryam 30 sampai 32, Allāh katakan tentang perkataan nabi Īsā ‘alayhissallām:
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا ۞ وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا ۞ وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
_Dia (Īsā) berkata, “Sesungguhnya aku hamba Allāh , Dia memberiku Kitāb (Injīl ) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (melaksanakan) shalāt dan (menunaikan) zakāt selama aku hidup. Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”
Maka perhatikan firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla di atas (QS Maryam 30-32), Allāh Subhānahu wa Ta’āla katakan tentang perkataan Nabi Īsā ‘alayhissallām:
⑴ Sesungguhnya aku hamba Allāh, Allāh memberiku Kitāb (Injīl), Allāh jadikan aku nabi.
⑵ Allāh menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada
⑶ Allāh tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
Yang melakukan ini semua tentunya Allāh Subhānahu wa Ta’āla, padahal Nabi Īsā ‘alayhissallām ketika itu masih digendong oleh ibunya (Maryam).
Jadi kesimpulannya, Allāh lah yang Maha memberikan petunjuk sebagiamana Allāh pula yang memberikan kesesatan jika Allāh berkendak.
Perbanyaklah doa:
رضيت بِاللَّه ربّاً وبالإِسلام دينا وَبِمُحَمَّدٍ صلى الله عَلَيْهِ وَسلم نَبيا
Rodhitu Billahi Rabba wa bil Islami dina wa bimuhammadin Shallallahu ‘Alaihi Wa sallama Nabiyya
Artinya:
“Aku rela Allah menjadi Tuhanku, Islam agamaku, dan Nabi Muhammad Nabiku
Firman Allāh Subhānahu wa Ta’āla di dalam surat Al Ahqāf ayat 17 dan 18, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman tentang anak yang celaka (durhaka) kepada kedua orang tuanya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَالَّذِي قَالَ لِوَالِدَيْهِ أُفٍّ لَكُمَا أَتَعِدَانِنِي أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِي وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ وَيْلَكَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَيَقُولُ مَا هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ ۞ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ إِنَّهُمْ كَانُوا خَاسِرِينَ
_Dan orang yang berkata kepada kedua orang tuanya ‘ah’, “Apakah kamu berdua memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal beberapa umat sebelumku telah berlalu?” Lalu kedua orang tuanya itu memohon pertolongan kepada Allāh (seraya berkata), “Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allāh itu benar.” Lalu dia (anak itu) berkata, “Ini hanyalah dongeng orang-orang dahulu.
Yang perlu kita jaga adalah
1️⃣ Lisan-Lisan kita. Jangan berkata 'celakalah anakku'. Ketika kita tidak bisa menjaga lisan kita, terjadi pada anak kita. Kita anak menyesal. "Kenapa saya mendoakan keburukan"
Yang namanya mengasuh itu butuh ilmu. Jangan sampai mengeluarkan doa-doa keburukan untuk anak kita. Sejatinya apa yang kita ucapkan adalah doa untuk anak-anak kita.
Yang seharusnya kita lakukan adalah mendoakan yang baik untuk anak-anak kita.
_Mereka itu orang-orang yang telah pasti terkena ketetapan (adzāb) bersama umat-umat dahulu sebelum mereka, dari (golongan) jin dan manusia. Mereka adalah orang-orang yang rugi._
√ Siapa yang menyesatkannya?
√ Siapa yang membuatnya menyimpang?
Padahal kedua orang tuanya beriman kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Maka kita berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla :
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ، ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
_”Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama Mu.”_
(Hadīts shahīh riwayat At Tirmidzī nomor 3522)
اَللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ
_”Yā Allāh, Dzat yang memalingkan hati, palingkanlah hati kami kepada ketaatan beribadah kepada-Mu.”_
Jika kita berdoa seperti ini, Allah mudhkan kita dalam beramal shalih
Doa lain:
Doa rabbana hablana min azwajina ini berasal dari surat al-Furqan ayat 74.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
Rabbana hab lana min azwajina wa dzurriyatina qurrata a’yun, waja’alna lil muttaqina imama.
“Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74)
Untuk itu, maka kita bisa memanjatkan doa berikut ini agar anak keturunan kita kelak termasuk orang-orang yang rajin menegakkan shalat.
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Rabbi j’alnii muqiimash shalaat wa min dzurriyati, rabbanaa wa taqabbal du’aa
Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS. Ibrahim: 40)
Diantara fitnah yang merebak saat ini adalah perzinahan.
Rasulullah ﷺ pernah melakukan hal yang sama pada masanya. Di mana ketika itu ada pemuda yang ingin berbuat zina. Akan tetapi, beliau menasihatinya. Kemudian beliau berdoa kepada Allah sambil menaruh tanganya di atas pemuda itu, “Allahummaghfir zanbahu, wa tohhir qalbahu, wa hassin farjahu (Ya Allah ampunkanlah dosanya, bersihkanlah/ sucikanlah hatinya –dari memikirkan sesuatu maksiat— dan jagalah kemaluannya –dari melakukan zina—,” (HR. Ahmad 5/256-257. Dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Kitab Al-Silsilah Al-Sahihah 1/645).
Bagian 3 judul: وحتى الأنبياء لا يملكون هداية التوفيق لأحد , “Para nabi sekalipun mereka tidak memiliki hidayah taufīq”.
Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman tentang Nabi Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam surat Al Qashash ayat 56:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
_”Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”_
menerima petunjuk.”_
⇒ Maksud ‘orang yang engkau kasihi’ adalah paman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yaitu Abū Thālib.
Dalam hal ini terdapat satu hadīts yang berkaitan dengan ayat di atas yaitu hadīts dari Saīd bin Al Musayib dari ayahnya, beliau mengatakan tatkala Abū Thālib sudah diambang kematian, maka beliau didatangi oleh Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam namun di sana telah ada Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Ubayah bin Mughīrah (tokoh musyrikin Quraisy).
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam berbicara kepada pamannya (Abū Thālib), “Wahai pamanku, ucapkanlah ‘Lā ilāha illallāh, satu kalimat yang bisa membela mu disisi Allāh.”
Akan tetapi syaithān tidak berhenti menggoda manusia sampai di akhir hidup pun (menjelang kematian) Abū Jahal dan Abdullāh bin Abī Umayyah tetap menarik agar Abū Thālib tetap pada agama mereka (musyrik).
Mereka mengatakan, “Wahai Abū Thālib, apakah engkau benci, engkau tidak suka terhadap agama Abdul Muthālib?”
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam terus membimbing pamannya untuk mengucapkan “Lā ilāha illallāh” dan mengulang-ulang sampai akhirnya Abū Thālib tidak mau dan dia (Abū Thālib) meninggal dalam kondisi memeluk agama nenek moyangnya (Abdul Muthālib).
Kemudian Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Demi Allāh, saya akan tetap memohonkan ampun untukmu selama aku belum dilarang.”
Akan tetapi Allāh Subhānahu wa Ta’āla melarang sebagaimana disebutkan di dalam surat At Tawbah ayat 113.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
_”Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allāh) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.”_
Ketika kita diberikan keluarga yang muslim ini merupakan kenikmatan dari Allah subhanahuwata'ala
Dan Allāh turunkan pula ayat yang berhubungan dengan ayat di atas dalam surat Al Qashash ayat 56.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
_”Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allāh memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”_
Demikian untuk satu kisah Nabi kita Muhammad shallallāhu ‘alayhi wa sallam, bahwa nabi sekalipun tidak memiliki hidayatul taufīq untuk siapapun.
Demikian pula para nabi yang lainnya. Kita bisa lihat misalnya Nabi Nūh ‘alayhishālatu wa sallām, bagaimana beliau ingin sekali anaknya mengikuti beliau. Sebagaimana disebutkan didalam surat Hūd: 42.
يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلَا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ
_”Wahai anakku ! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kāfir.”_
Namun Allāh Subhānahu wa Ta’āla berkehendak lain, Allāh Subhānahu wa Ta’āla tidak menghendaki hidayah untuk putra Nabi Nūh ‘alayhissallām. Bahkan putranya membantah dengan mengatakan:
قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
_Dia (anaknya) menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!”
_(Nūh ) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allāh pada hari ini selain Allāh yang Maha Penyayang.”_
_Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka dia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan.”_
(QS Hūd: 43)
Walaupun begitu Nabi Nūh ‘alayhissallām tidak putus asa, pada ayat berikutnya beliau berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
وَنَادَىٰ نُوحٌ رَبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنْتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ
Dan Nūh memohon kepada Tuhannya sambil berkata, “Yā Tuhanku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil.”(QS Hūd: 45)
Dalam hal ini Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan:
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ إِنِّي أَعِظُكَ أَنْ تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Dia (Allāh ) berfirman, “Wahai Nūh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.”(QS Hūd : 46)
Akhirnya Nabi Nūh ‘alayhissallām menerima nasehat ini dan beliau mengatakan:
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ ۖ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dia (Nuh) berkata, “Yā Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi.”(QS Hūd: 47)
🖇Kisah Nabi Ibrāhīm ‘alayhissallām sebagaimana Allāh Subhānahu wa Ta’āla abadikan didalam surat Maryam: 42-45.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengisahkan perkataan Nabi Ibrāhīm ‘alayhissallām ketika beliau mendakwahi ayahnya.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengatakan perkataan Nabi Ibrāhīm alayhissallām kepada ayahnya.
يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
”Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun ?”
Kemudian Nabi Ibrāhīm ‘alayhissallām mengatakan:
يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا
”Wahai ayahku! Aku sungguh khawatir engkau akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pengasih, sehingga engkau menjadi teman bagi syaithān.”(QS Maryam: 42-45)
Nabi Ibrāhīm alayhissallām diusir bahkan diancam oleh ayahnya jika beliau (alayhissallām) tidak berhenti berdakwah.
Lihat ! Nabi Ibrāhīm alayhissallām berdakwah kepada ayahnya dan ayahnya tidak mau mengikuti dakwah beliau (alayhissallām).
Tapi lihat, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berikan yang lain, ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām mengajak putranya yang bernama Ismāil alayhissallām, Allāh sebutkan dalam Al Qur’ān surat Maryam 54: صَادِقَ ٱلْوَعْدِ , janji yang sangat benar.
Ketika Nabi Ibrāhīm alayhissallām diperintah oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla untuk menyembelihnya putranya Ismāil alayhissallām sebagaimana diceritakan didalam surat Ash Shāffāt: 102. Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
_”Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!”_
_(Nabi Ismāil pun menjawab,) “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allāh) kepadamu, in syā Allāh engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”(QS Ash Shāffāt : 102)
🖇Kemudian yang berikutnya adalah kisah Nabi Yūsuf ‘alayhissallām.
Nabi Yūsuf ‘alayhissallām adalah nabi yang dikenal sangat tampan rupawan, dengan ketampanan yang sangat luar biasa. Bahkan dalam satu riwayat disebutkan bahwa Nabi Yūsuf ‘alayhissallām adalah setampan-tampan dan seindah-indah makhluk Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Beliau diberikan separuh keindahan sebagaimana disebutkan di dalam hadīts Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam di dalam Shahīh Muslim dari hadīts Anas bin Mālik radhiyallāhu ta’āla ‘anhu.
Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
أُعْطِيَ يُوسُفُ شَطْرَ الْحُسْنِ
”Yūsuf diberi setengah ketampanan.”
(Hadīts riwayat Ahmad nomor 14050 dan dishahīhkan Syu’aib Al Arnauth)
Bagaimana masa kecil beliau (alayhissallām) yang penuh dengan kesulitan, dimana saudara-saudaranya memiliki hati yang hasad kepada beliau (alayhissallām) di karenakan ayahnya terlalu menyayangi Nabi Yūsuf ‘alayhissallām, sampai akhirnya saudara-saudaranya sepakat untuk melempar Nabi Yūsuf ‘alayhissallām kedalam sumur.
Kemudian Nabi Yūsuf ‘alayhissallām dipungut (diambil) oleh orang-orang yang lewat sumur tersebut untuk mengambil air, lalu Nabi Yūsuf dijual dipasar budak (hamba sahaya) sampai akhirnya diambillah Nabi Yūsuf ‘alayhissallām oleh raja mesir pada saat itu.
Tidak sampai disitu ujian Nabi Yūsuf ‘alayhissallām. Ujian Nabi Yūsuf alayhissallām dari kecil bahkan hingga dia tumbuh dewasa menjadi seorang pemuda.
Ketika beliau menjadi pemuda yang sangat tampan terjadilah fitnah lagi. Istri raja telah menggodanya, akan tetapi Nabi Yūsuf ‘alayhissallām di jaga oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla sehingga Nabi Yūsuf tidak tergoda wanita itu.
Kemudian beliau (alayhissallām) dipenjara selama beberapa tahun ditengah-tengah para pemabuk, pencuri, pelaku kriminal lainnya.
Hidup Nabi Yūsuf dari kecil sampai dewasa penuh dengan ujian, namun Allāh Subhānahu wa Ta’āla selalu menjaga dan melindunginya dari segala keburukan dan kemaksiatan.
Nabi Yūsuf tumbuh dengan kelemahlembutan dan keindahan dan beliau juga pandai dalam menafsirkan mimpi.
Siapa yang membuat semua ini?
Nabi Yūsuf ‘alayhissallām sendiri sejak kecil, diasingkan, terusir, hidup tanpa ayah dan ibu, tanpa saudara laki-laki maupun perempuan, tanpa paman, tanpa kakek tanpa kerabat ditengah-tengah lingkungan yang asing
Nabi Yūsuf ‘alayhissallām sendiri sejak kecil, diasingkan, terusir, hidup tanpa ayah dan ibu, tanpa saudara laki-laki maupun perempuan, tanpa paman, tanpa kakek tanpa kerabat ditengah-tengah lingkungan yang asing
√ Siapa yang mengajarkan ilmu padanya?
√ Siapa yang mensucikannya?
√ Siapa yang mendidik dan membimbingnya?
√ Siapa yang melakukan semua itu?
Yang melakukan itu semua adalah Allāh Subhānahu wa Ta’āla, sebagaimana firman-Nya:
فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا ۖ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
_”Allāh adalah penjaga yang terbaik dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.”(QS Yūsuf: 64)
Demikian pula kisah anak muda yang disebutkan di dalam surat Al Kahfi ayat 80-81,
dimana kedua orang tua mereka adalah mukmin tetapi anak muda ini Allāh taqdirkan kāfir.
√ Bagaimana Nabi Khidir membunuhnya.
√ Bagaimana pula Nabi Mūsā mengingkari perbuatan Nabi Khidir alayhissallām.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla jelaskan kisahnya dalam surat Al Kahfi 74-75:
فَانْطَلَقَا حَتَّىٰ إِذَا لَقِيَا غُلَامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا
_Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Mūsā) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا
_Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”(QS Al Kahfi : 75)
Kisahnya dijelaskan di dalam Al Kahfi ayat 80 sampai 81.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا
_Dan adapun anak muda (kāfir ) itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekāfiran.”QS Al Kahfi: 80)
فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
_Kemudian kami menghendaki, sekiranya Tuhan mereka menggantinya dengan (seorang anak) lain yang lebih baik kesuciannya daripada (anak) itu dan lebih sayang (kepada ibu bapaknya).(QS Al Kahfi: 81)
Kesimpulan: Hidayah mutlaq milik Allah subhanahuwata'ala. hidayah yang bisa kita usahakan adalah hidayah irsyad. Karena keshalihah kita akan berpengaruh kepada anak-anak kita.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ، وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Subhaanakallaahumma wa bihamdika, asyhadu al-laa ilaaha illaa anta, astaghfiruka, wa atuubu ilaik.
Komentar
Posting Komentar